Kamis, 08 Oktober 2009

Kembali

Lelahku datang lagi...
Membawa biduk tak berduri,
Mesra cengkrama didua sungai,
Menghitung butir air yang berperasaan.
Lihat....
Bebatuanpun tak bosan mengeja,
Alir demi alir terhafalkan,
Sungguh....aku ingin pulang.

Lelahku datang lagi...
Bersiul rendah menenteng hari,
Tak berbekal tak bernyali,
Nyaring diperaduan.
Dengar.....
Gemercik berpantun,
Saling menyahut, menjaga lengang,
Sungguh....aku ingin kembali.

Lelahku kini bertuan...
Duduk manis menunggu bosan,
Berserah ditepian,
Sungguh....aku ingin berjanji.

Maafkan aku

Panjang ceritanya....
Karena kursi itu telah lelah kududuki,
Ku tak pernah tahu digenggamku,
Sebongkah batu atau debu.

Kini, tercemar sudah telapakku,
Memerah penuh tanya,
Teriris syahdu dalam bualan.

Ingin sekali ku menepi,
Diantara lambaian ilalang,
Dan kuraut akarnya satu demi satu,
Tuk kado malamku yang lelah kekenyangan,
Hingga, tak lagi kuingat jemariku,
Kutaruh dipundak atau kening.

Panjang ceritanya....
Satu bahkan seribu lupalah aku,
Dikolong baris meja itu,
Atau disaku calanaku.

Untuk siapa...

Rona diantara dua duka...
Tersenyum, bergelayut disudut manja...
Ingin ia merekah...
Sekejap menuju harap.

Entah....
Sisi manis telah bersapa...
Menunggu hunjam pucuk kata.

Ronapun mulai mencerca....
Dua sengaja nan bersua...
Ada dan tiada...
Mengiya tanpa tahu...

Entah...
Senyum siapa yang memulai...
Menawar rasa demi rasa.

Rona dibalik dua duka...
Terkatup, disela ingin...
Bertepuk seakan pasti...
Entah...untuk siapa.

Jumat, 02 Oktober 2009

Sumateraku...

Flamboyanku manis....
Tetaplah bersajak dibalik basah wajah kami...
Yang mengalir tiada patah...
Dibalik pasrah dan do'a.
Sampaikan pula salam kami...
Disela reruntuhan, jasad yang tersenyum...

Flamboyanku manis...
Jadikan parau isak kami...
Cerita indah anak cucu...
Juga secuil harap nan perkasa...

Bisikkan pula pada kami...
Kisah bersyurga....
Dari sudut sayap jingga....

Wahai...bunga menata waktu....
Ijinkan rangkai pinta kami...
Membelai.....
Gelisah bocah-bocah...., juga....
Riuh resah ibu sang penyusu...

Wahai... bunga penata waktu...
Lantang teriakkan...
Jangan genggam ratap "saudaraku"....

Sumateraku....
Jangan bersimpuh duka....
Kau tak boleh menangis...
Tiada pula sedih yang pantas untukmu...
Sumateraku....
Mari bersuka...
Bermain mentari esok pagi...
Bercanda mesra...
Diantara....
wangi mekar sang flamboyan.

Kamis, 01 Oktober 2009

Segenggam pasir untukmu

Segenggam pasir ini untukmu...
Jangan kau tanya.... untuk apa....
Cepat....kau simpan ditawa kecilmu...
Segenggam pasir ini untukmu....
Tak usah kau tanya.....dari mana pula.....
Cepat....kau selipkan dimimpimu....

Sudahlah.....
Diapun tak pernah bertanya tentangmu....

Pasir itu...
Permata disudutku....
Entah...bagimu....
Ia bahagiaku.....
Entah olehmu....
Walau hanya sekumpulan nan mendebu....

Pasir ini untukmu....
Tak usah kau tanya....
Segenggam tangan siapa....
Bukankah dia tiada harga bagimu...

Maaf....
Hanya butiran itu...milikku...
Sebagai kado cerita barumu.

Pagiku.....

Pagiku telah kembali...
Tapi.... tak bermentari....
Entah...pergi kemana....

Pagiku datang lagi...
Tapi...tak menggandeng mentari....
Entah...tersangkut dimana.....

Pagiku...begitu resah....
Tak lagi kuning keemasan....
Tanpa cubitan riang.....
Dan...celoteh manja....

Pagiku.... terasa kering....
Tanpa embun sang pendongeng...
Tentang janji...yang tak pernah terlantun...

Pagiku datang kembali....
Bersedih....mencari mentari....
Entah...kini dia milik siapa.

Pagiku...mengapa kau berdiri senyap....
Beku tak bersapa.....
Tiada mengeleng dan mengiya....
Masihkah, ada secuil mentari untukku???